Hilary Clinton secara mengejutkan kalah dalam Pilpres Amerika Serikat tahun lalu. Donald Trump yang rasis dan melarang umat Islam menginjak kaki di Amerika, menang. Demi keamanan dari teroris, warga Amerika lebih memilih Trump yang anti Islam. Logika psikologis warga saat memilih tidak bisa diprediksi.
Kini inspirasi dan efek kemenangan Trump itu melanda warga Jakarta. Anies-Sandi yang didukung oleh kaum radikalis-rasis hampir dipastikan menang. Ahok-Djarot yang pluralis, moderat dan berkinerja hebat kalah. Untuk sementara begitu hasil quick count yang nantinya tidak terlalu berbeda jauh dengan hasil resmi dari KPUD.
Kekalahan Ahok-Djarot sebetulnya sudah diprediksi namun masih penuh teka-teki. Litbang Kompas, sebuah lembaga survei netral dan independen, secara mengejutkan tidak merilis hasil surveinya pada putaran kedua Pilkada DKI Jakarta. Teka-teki Litbang Kompas yang diam membatu terbongkar. Kompas sengaja tidak merilis hasil surveinya, barangkali dengan alasan untuk menahan kekalahan telak Ahok-Djarot dari Anies-Sandi.
Pernyataan sesumbar Prabowo bahwa hanya kecurangan besar yang bisa mengalahkan Anies, kini berdasar. Survei-survei yang merilis kemenangan Anies-Sandi dan dipercaya Prabowo termasuk survei internalnya membuat Prabowo amat yakin akan kemenangan Anies-Sandi. Dan itu terbukti pada hasil quick count Pilkada hari ini 19 April 2017.
Dari sisi kemenangan Anies itu, warga Jakarta mengambil kesimpulan bahwa sebagian besar warga Jakarta menginginkan gubernur baru yang Muslim. Prinsip Asal Bukan Ahok (ABA) terpaku terpatri dalam hati sebagian besar warga. Warga Jakarta secara psikologis lebih memilih pemimpin yang seagama dan sosok yang tidak menggusur lahan-lahan dan rumah mereka.
Dari sisi kekalahan Ahok, warga Jakarta juga mengambil kesimpulan bahwa sosok yang double minoritas masih belum mendapat tempat di Jakarta, ibu kota republik. Mungkin sejarah akan berubah bila ibu kota telah berpindah ke Palangkarya, Kalimantan ke depan. Hal yang terjadi di ibu kota Inggris, London, dimana seorang yang Muslim bisa menjadi wali kota London yang mayoritas Kristen, bisa terjadi di Indonesia di masa depan.
Dari Kekalahan Ahok-Djarot, teka-teki yang selama ini menjadi tanda tanya terbongkar. Isu tuduhan penistaan agama, sangat berpengaruh kepada elektabilitas Ahok. Pun menjadi terbukti bahwa Ahok yang berhasil menjadi Gubernur adalah berkah dari Jokowi yang sukses naik menjadi Presiden. Mungkin saja Ahok tidak pernah menjadi gubernur DKI Jakarta kalau bukan karena Jokowi.
Teka-teki berikutnya yang terbongkar adalah terkulainya gerakan Tamasya Al-Maidah bisa saja karena dirasa tidak perlu. Alasannya kemenangan Anies-Sandi sudah di depan mata. Cukup intimidasi kecil, maka Anies-Sandi akan melenggang, menari dan berjoget. Tarian dan jogetan Anies-Sandi, sangat pantas dilakukan setelah sekian bulan bertarung bercucuran darah dan air mata. Berjogetlah Anies. Kini anda telah membuktikan ucapan anda untuk memecat Ahok dari kursi gubernur DKI. Selangkah lagi anda bisa memecat Jokowi dari kursi RI-1.
Kekalahan Ahok-Djarot pasti membuat Megawati sedikit menyesal. Inilah kekalahan kedua bagi Megawati dalam kurun waktu berdekatan. Rano Karno yang didukung PDIP dalam Pilkada Banten, kalah tipis dari lawannya. Insting Prabowo yang dua kali memenangkan kursi gubernur DKI yakni dengan Jokowi-Ahok 2012 dan kini Anies-Sandi 2017 patut diacungi jempol.
Dalam hal isnting, Prabowo lebih tajam dari Megawati. Kemenangan insting Prabowo sudah cukup membalas dendamnya kepada Ahok yang meninggalkan Gerinda. Kemenangan itu juga bisa dijadikan sebagai pelipur lara atas kekalahan di Piplres 2014 lalu dari Jokowi. Pertarungan pada Pilpres 2019 menanti anda Prabowo. Tentu dengan kisah yang berbeda karena lawan anda bukan Ahok tetapi Jokowi. Dia asli pribumi, Muslim dan juga berkinerja hebat.
Kini Megawati hanya bisa berandai-andai. Andai Risma, wali kota Surabaya, yang dipasangkan dengan Djarot, cerita kemenangan di Pilgub DKI bisa lain. Tetapi Megawati terlalu yakin pada Ahok. Dan itu tidak salah. Sepak terjang Ahok selama tiga tahun menduduki kursi panas di DKI setara dengan kerja 10 tahun gubernur sebelumnya semacam Sutiyoso. Ahok telah mengukir namanya dalam sejarah Pemrov DKI sebagai gubernur pendobrak dan pengubah mental birokrat. Tetapi sayang bu Megawati, agama masih menjadi nomor satu pertimbangan di Jakarta dan bukan nasionalis.
Pilkada hari ini yang berlangsung cukup damai, patut disyukuri warga Jakarta. Warga Jakarta telah memilih sosok yang dipilihnya. Para pendukung Ahok patut mengucapkan selamat kepada Anies-Sandi yang berhasil menjadi gubernur. Pendukung Ahok harus bisa move on. Sebaliknya bagi pasangan yang menang Anies-Sandi harus bisa merangkul para pendukung Ahok, menenun kembali kain kebangsaan yang telah robek-robek.
Adalah tugas Prabowo, Hary Tanoe, Hasyim untuk mengerem laju intoleran Riziq-FPI dan PKS. Tugas Prabowo untuk membuang wacana Jakarta Bersyairah dan tetap mengedepankan keberagaman dalam naungan NKRI. Sebab jika tidak, Jakarta akan mundur ke belakang dan itu merepotkan pengusaha yang berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi. Toh akibatnya akan membuat sengsara warga dengan tingkat ekonomi rendah pemilih Anies-Sandi.
Bagi Ahok sendiri, anda telah bertarung dengan kepala tegak. Sepak terjangmu akan diingat oleh bangsa ini dan bahkan dunia. Kekalahan di Pilkada DKI bukanlah akhir segalanya. Setelah menyelesaikan tugas sebagai gubernur hingga Oktober 2017, tugas lain sedang menanti anda. Barangkali ada peluang baru di istana dengan jabatan menteri. Di sana kehebatan seorang Ahok kembali dinanti.
Akhir kata, selamat kepada Anies-Sandi sebagai gubernur baru DKI 2017-2022 dengan program DP Rumah Nol persen dan sejuta program OK-OCE. Pun kepada Ahmada Dhani, tak usah pindah ke Cisarua karena musuh anda tersingkir sudah. Terima kasih kepada Ahok-Djarot yang telah memajukan dan memberi warna bagi Jakarta selama ini.swd
0 Comment for "Anies-Sandi Menang, Efek Donald Trump dan Teka-Teki yang Terbongkar"